Aidem

Hampir satu setengah jam dia menunggu tapi yang dinantinya belum kunjung datang. Satu gelas coffee latte sudah habis disesap. Berkali-kali dia melirik layar ponselnya, berharap ada pesan masuk atau panggilan darinya. Tapi dia tetap mendengus kesal.

Diperhatikannya pintu kaca cafe itu. Dan, hasilnya masih sama. Dimas masih sabar menunggu, bahkan untuk setengah jam lagi. Dimas yakin orang yang dia tunggu pasti datang. Tiba-tiba gerimis mulai turun, airnya mengenai kaca cafe membentuk tetesan.

Matanya beralih mengamati hujan di luar sana. Perasaannya tenang dan damai. Walapun hawa dingin mengigit tapi matanya tetap hangat. Dimas merapatkan jaket, mendapatkan sedikit ke hangatan darinya. Dilirik lagi ponsel satu-satunya itu, ada kecemasan dalam dirinya tapi ada keyakinan yang menepisnya kuat. Continue reading “Aidem”

Mendekap Hujan

Hujan begitu sejuk, murni dan suci seperti bayi yang baru lahir. Kata orang hujan itu menenangkan, mampu mengantarkan kesan damai dan romantis. Buliran air yang menyentuh tubuh, mendekapnya dalam dingin, mengingatkan hangatnya pelukan mesra penuh sayang. Hujan selalu menyenangkan, tapi tidak untukku.

“Kok hujan, sih?” gerutuku saat keluar rumah. Aku melihat cipratan air hujan yang sudah mengenangi teras rumahku. Atap rumah yang memang tidak terpasang penuh sampai depan membuat air hujan turut membasahinya. Apalagi kalau sedang hujan lebat, airnya bisa membentuk genangan kecil.

Tanpa alas kaki aku menelusuri ubin basah. Percikan air dan derasnya hujan menjadi musik alam yang menemaniku saat ini. Kuurungkan niatku yang ingin membersihkan percikan air di ubin itu. ‘Percuma kalo dibersihiin, pasti basah lagi nanti,’ batinku. Continue reading “Mendekap Hujan”

ILYA

Hubungan yang baik itu yang mendukung kelebihanmu, menerima kekuranganmu dan membuat dekat dengan Tuhanmu. Dan mereka selalu melakukan itu.

Kami bertengkar, menjadi semakin mengenal. Kami menghindar, semakin merindukan. Kami terluka, semakin mencinta. Cinta terkadang terlihat luar biasa di saat yang sederhana.

Cinta yang kami miliki itu tulus dari hati; saling mencintai, menyayangi, dan melindungi. Tidak perlu mencari cinta untuk bahagia, karena bersama mereka aku selalu merasakannya. Continue reading “ILYA”

Bintang Jatuh

Anak perempuan itu berteriak kencang saat melihat bintang jatuh di belakang rumahnya. Sementara anak laki-laki di sampingnya tertawa mendengar permohonan sahabatnya itu.

“Harusnya ngomongnya di dalem hati,” katanya sambil terkikih, “..permohonanmu nanti jadi sia-sia kalo ngomongnya keras kayak gitu” lanjutnya.

“Hah?” kejut anak perempuan itu spontan. Syok, dia sadar dia baru saja melewatkan kesempatan emas yang terbuang sia-sia karena kecerobohannya sendiri.

“Peraturannya bikin permohonan dalam hati, bukan ngomong sekeras mungkin, dodol,” ujar anak laki-laki itu sambil menoyor kepala anak perempuan itu. Continue reading “Bintang Jatuh”

Odd and Unique

Hari ini berbeda dengan hari biasanya, bukan karena telah terjadi peristiwa spesial atau lainnya. Karena malam hari ketika aku tidur biasanya selalu sendiri dan hari ini saudara aku berkunjung dan menginap untuk semalam.

Menjelang tidur terjadi perbincangan singkat di antara kami.

“Pake selimut gak?” tanyaku saat mengambil selimut di lemari.

Dia masih diam, belum merespon pertanyaanku tetapi tangannya meraba selimut yang sudah aku letakkan di tempat tidur.

“Enggak ah, selimutnya tebel.” Continue reading “Odd and Unique”

Hazard 2

“Hai.” setelah berdiam agak lama, dia pun mengeluarkan suara dan memecah keheningan di antara kami.

Tunggu.. di antara kami? Kutolehkan kepalaku ke kanan dan kiri berharap masih ada rekan kerjaku yang berada di sini. Sial.. di sini tidak ada orang lagi selain kami berdua. Kami berdua. Aku dan pria asing ini.

Takut. Itu yang kurasakan saat ini. Sadar jika mungkin saat ini aku sedang berada di situasi yang berbahaya. Dengan gelas yang masih ada di tangan, aku pun mundur secara perlahan. Sangat pelan. Mencoba mengelabuhinya jika aku tak sedang mencoba untuk menghindar. Continue reading “Hazard 2”

Hazard

“Hai,” Tegur seorang pria yang tak dikenalnya dan kini mulai berjalan mendekat. Aku menoleh dan menatapnya bingung.

‘Apa pria itu berbicara padaku? Ah mana mungkin,’

Kugelengkan kepalaku berusaha mengusir pikiran yang tak masuk akal di otakku ini. Mungkin ini karena aku sudah lelah dan badanku terasa remuk.

Pandanganku beralih pada jam dinding yang menggantung di atas pintu keluar masuk yang menjadi akses ruang utama dan dapur. Sekarang sudah pukul 08.15 dan sebentar lagi toko ini akan ditutup. Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku lalu pulang dan tidur. Badanku sudah sangat merindukan bau kasur dan membayangkannya saja sudah membuat rasa lelah ku semakin menjera. Continue reading “Hazard”

Partner

Jodoh itu di tangan kita bukan di tangan Tuhan. Lho kok gitu sih? Kayaknya salah deh, yang bener Jodoh itu di tangan Tuhan, pepatah aja bilang gitu kok.

Istilah Jodoh di tangan Tuhan itu gak salah kok cuma kurang tepat aja pemaknaan dari tiap-tiap orang. Banyak dari kita yang pasrah-pasrah aja kan soal jodoh. Dapet yang baik ya alhamduliah, dapet yang jelek syukuri aja. Duh, pasrah banget deh.

Padahal jodoh kan partner dunia-akhirat kita ya, masak iya mau yang standar-standar gitu, yang pas-pasan, serba minimalis dong. Mau yang kayak gitu? Mau jodoh minimalis atau maksimalis? Jadi gimana, masih mau duduk bertopang dagu menunggu sang jodoh datang menjemput atau melangkah untuk maju? Continue reading “Partner”

Educator

Ransi pernah bilang, “Jadi pengajar/guru itu selain dapet uang, niatnya juga ibadah. Bagi-bagi ilmu itu amal jariyah.”

Jadi guru apalagi yang honorer, emang upahnya gak seberapa. Kalo dibandingin sama ilmu yang dikasih ya gak bakal sesuai. Apalagi sekarang nuntut ilmu itu mahal, biaya kuliah melonjak. Rasanya gak adil kalo dibayar cuma berdasarkan per jam ngajarnya padahal nuntut ilmu butuh bertahun-tahun dapetnya.

Enaknya jadi guru itu ya pas udah diangkat jadi pegawai tetap, syukur-syukur langsung jadi pns, gak bakalan pusing mikirin masa depan. Soalnya begitu pensiun dari pekerjaan, upahnya gak ikut pensiun bahkan tetep ngalir walaupun udah meninggal. Continue reading “Educator”

Senangnya

Aku mengunggah fotoku bersama teman-temanku. Awalnya saling bertegur sapa di sosial media lalu kami berinisiatif membuat grup dan mengajak mereka untuk bertemu. Kemudian mereka setuju. Hari ini adalah hari yang kami sepakati bersama walaupun sedikit terlambat dari jam yang ditentukan tapi aku senang karena semua bisa datang.

Postinganku langsung dibanjiri komentar. Aku pun membalasi komentar mereka, masih sempat balas ya dibalas, kalo gak sempat ya gak usah dihiraukan.

Kemudian masuk pesan baru di What Apps. Lalu aku buka aplikasi itu.

Rey Ardian : Kamu paling cantik, Nam Continue reading “Senangnya”